"Harmoni", Puncak Obsesi SBY

Beritasatu.com


“Inilah puncak segala dambaan, obsesi, harapan dan cita-cita setiap pemimpin dari zaman ke zaman.”

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melaunching album keempat bertajuk “Harmoni” di Jakarta, hari ini.

Dalam album terbaru ini, SBY menyajikan delapan buah lagu bertajukkan “Harmoni” yang mengusung tema alam, cinta dan kedamaian.

Dalam sekapur sirih album Harmoni: Alam, Cinta dan Kedamaian, SBY mengatakan harmoni adalah tatanan perdamaian yang terwujud dalam realitas kemajemukan.

“Perbedaan tidak menjadi sebab perseteruan apalagi perpecahan, tapi justru mematangkan kokoh simpul-tali persatuan. Latar belakang yang tidak selalu sama adalah pertanda khazanah kekayaan bukan potensi permusuhan.”

“Inilah puncak segala dambaan, obsesi, harapan dan cita-cita setiap pemimpin dari zaman ke zaman. Dengan berbagai cara, seorang pemimpin akan berikhtikar menciptakan tatanan sosial yang harmonis bagi segenap rakyatnya tanpa kecuali.”

“Harmoni yang saya ekspresikan dalam album ini tidak saja dalam hubungan antar manusia tetapi juga antar bangsa dan yang tak kalah penting adalah hubungan yang harmonis antara manusia dan alam semesta.”

Dalam album keempatnya ini, Presiden SBY menggandeng beberapa penyanyi terkenal untuk menyanyikan lagu ciptaannya. Antara lain Rafika Duri, Harvey Malaiholo, Sandhy Sondhoro, Afghan, Joy Tobing, Rio Febrian, serta Jeffery Pescetto.

Presiden Pesan Lewat Lagu Agar Rakyat Tak Bosan

Beritasatu.com


Dalam album keempat yang bertajuk Harmoni ini, SBY menyajikan delapan buah lagu yang mengusung tema alam, cinta, dan kedamaian.

Jero Wacik, Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pesan kepada masyarakat melalui lagu agar masyarakat tidak bosan.

“Presiden menyampaikan pesan melalui lagu agar masyarakat tidak bosan. Selain itu, melalui lagu pesan akan lebih mudah diserap daripada melalui pidato” kata Jero, saat ditemui usai acara launching album lagu terbaru di gedung teater kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta, hari ini.

“Orang Indonesia kan sudah tidak begitu suka dipidatoin. Rakyat sudah bosan dipidatoin,” kata Jero.

Dalam album keempat yang bertajuk Harmoni ini, SBY menyajikan delapan buah lagu yang mengusung tema alam, cinta, dan kedamaian.

SBY menggandeng beberapa penyanyi terkenal untuk menyanyikan lagu ciptaannya, antara lain Rafika Duri, Harvey Malaiholo, Sandhy Sondhoro, Afghan, Joy Tobing, Rio Febrian, dan Jeffer Pescetto.

Jero mengatakan bahwa tidak ada salahnya apabila seorang pemimpin bangsa menciptakan lagu karena presiden melakukan itu di saat waktu luangnya.

“Presiden hanya membuat menulis lagu pada waktu luang. Jadi, kalau sekali-sekali beliau menulis lagu, beliau menulis pesan bagi rakyat,” pesan Jero.

“Perlu dipahami bahwa dalam menulis lagu tersebut beliau juga bekerja. Walaupun bukan setiap hari pekerjaannya hanya membuat lagu semata,” kata mantan Menteri Pariwisata dan Kebudayaan itu.

Lagu SBY Jadi Pembuka dan Penutup Sea Games

Beritasatu.com


Selain didedikasikan untuk SEA Games 2011 di Indonesia, juga untuk kerjasama dan persahabatan intra dan antar kawasan yang lain.

“Bersatu dan Maju” salah satu lagu dari album keempat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang bertajuk “Harmoni”, akan menjadi lagu pembuka dan penutup Sea Games.

Theme songs Sea Games ini nantinya akan dinyanyikan oleh Joy Tobing.

“Saya akan menyanyikan lagu Bersatu dan Maju sebagai Sea Games theme songs pada saat pembukaan dan penutupan Sea Games mendatang,” kata Joy, ketika ditemui di gedung Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, hari ini.

Lagu “Bersatu dan Maju” tersebut diciptakan SBY di Bogor, 17 September 2011.

“Lagu ini pertama-tama saya dedikasikan untuk acara SEA Games 2011 di Indonesia. Tetapi sebetulnya juga berlaku untuk kerjasama dan persahabatan intra dan antar kawasan yang lain,” tulis SBY, seperti dikutip dari sekapur sirih album “Harmoni”.

Sebelumnya, SBY tercatat sudah pernah menelurkan tiga album, Rinduku Padamu (2007), Evolusi (2009), dan Ku Yakin Sampai di Sana (2010).

Hard-Line Faith Draws Indonesia’s Youth: Author

The Jakarta Globe

Islamic fundamentalism is getting a foothold in Indonesia, home to the world’s largest number of Muslims, mainly through its younger generations, a Japanese author said.

Hisanori Kato, who has lived in Indonesia and studied Islamic fundamentalism here, said the country’s youth can be easily lured by fundamentalism as they try to determine a sense of self.

“I say that fundamentalism in Islam has a strong influence on youths because many of them are still in the process of seeking their identity and giving a meaning to life,” Kato said.

Fundamentalists, he said, have been actively reaching out to younger generations with their Islamic teachings.

“In searching for identity and the meaning of life, they [the youth] can find answers to their questions in Islam,” Kato said.

He added that many Muslims in Indonesia lack a deep understanding of their religion, so they may be more susceptible to fundamentalist teachings.

Islamic fundamentalism has a long history in the country, Kato said, but it was repressed in the past and could not propagate so freely — especially during more than three decade’s of rule under former authoritarian President Suharto.

Religious restrictions were lifted during the reform era, and fundamentalists today have more freedom to gather and spread their teachings, he said.

Kato wanted the international community to understand that Islam has many interpretations, so he decided to write a book on the subject.

“The Clash of Ijtihad: Fundamentalist Versus Liberal Muslims: The Development of Islamic Thinking in Contemporary Indonesia,” sheds light on the various interpretations of Islam among Muslims in Indonesia.

The 214-page book, which Kato wrote in four years, is meant to help readers understand that Islamic teachings cannot be viewed in any single way, and that different practitioners throughout the country possess different beliefs about their religion.

“Through this book, I want people to know that there are many interpretations of Islam so that non-Muslims can understand that this is the case in Indonesia,” he said.

Kato, a Buddhist, first became familiar with Islam when he came to Indonesia to work as a teacher at an international school here.

He became interested in the pervasiveness of Islam in everyday life, so he took a postgraduate course about democratization in Indonesia and its relationship to Islam.

Dunia Perlu Tahu Banyak Tafsir Islam

Beritasatu.com


Hasil penelitian Kato tuangkan ke dalam suatu buku yang berjudul The Clash of Ijtihad Fundamentalist versus Liberal Muslims: The Development of Islamic Thinking in Contemporary Indonesia.

“Dunia perlu mengetahui bahwa banyak penafsiran terhadap ajaran Islam.” Demikian kata-kata pengamat Islam di Indonesia asal Jepang, Hisanori Kato, tentang kehidupan masyarakat muslim di Indonesia.

Bagi Hisanori Kato, seorang warga negara Jepang yang beragama Buddha, Islam dan Indonesia merupakan sesuatu yang sangat misterius dan perlu untuk dipahami secara mendalam. Bermula dengan kepindahanya ke Indonesia pada tahun 1991, Kato menemukan suatu perilaku masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh agama, dalam hal ini Islam.

“Ketika saya pindah ke Indonesia untuk bekerja sebagai seorang guru di salah satu sekolah internasional di Jakarta, saya tidak tahu menahu tentang Indonesia dan Islam,” kata Kato, kepada beritasatu.com, di Jakarta, Sabtu (29/10).

“Selama tiga tahun tinggal di Indonesia, saya melihat sebuah fenomena dalam masyarakat di mana orang dapat berperilaku berdasarkan agamanya seperti orang berpuasa selama satu bulan lamanya,” tutur Kaito. “Saya tidak habis pikir mengapa orang dapat melakukan hal tersebut hanya karena agama?”

Kato mengatakan bahwa sejak saat itu, ia mulai memiliki ketertarikan terhadap Islam dan Indonesia dan memutuskan untuk mengambil studi pasca sarjana mengenai demokratisasi di Indonesia dalam kaitannya dengan Islam.

“Saya mulai melakukan banyak penelitian dan saya mulai mengenal banyak tokoh muslim liberal seperti Gus Dur dan Ulil,” ungkap Kato. “Namun pada saat yang sama, saya mulai melihat bahwa banyak kaum fundamentalis yang bermunculan sejak jatuhnya Soeharto dan saya ingin tahu pokok pikiran dan perilaku mereka.”

Kato memberanikan diri untuk menghubungi tokoh Islam fundamentalis dan sangat terkejut ketika diterima dengan hangat mereka.

“Saya datang pada mereka dan saya katakan pada mereka bahwa saya bukan seorang Muslim tetapi saya ingin mengetahui tentang pokok pikiran mereka sebagai seorang Muslim Fundamentalis,” tutur Kato.

“Saya sangat senang bahwa mereka cukup terbuka dan menerima saya dengan sangat hangat. Kehangatan mereka membuat saya bertanya, kenapa orang-orang Islam ini (liberal dan fundamentalis) memiliki pandangan sangat baik berbeda satu sama lain?”

Hasil penelitian Kato tuangkan ke dalam suatu buku yang berjudul “The Clash of Ijtihad Fundamentalist versus Liberal Muslims: The Development of Islamic Thinking in Contemporary Indonesia” yang ditulis selama kurang lebih empat tahun.

Buku setebal 214 halaman itu menyajikan berbagai interpretasi terhadap ajaran agama Islam di kalangan umat Muslim sehingga dapat memberikan kesempatan untuk memahami keanekaragaman di kalangan umat Muslim sendiri.

“Melalui buku ini, saya hanya ingin orang mengetahui bahwa ada banyak penafsiran terhadap ajaran agama Islam sehingga orang non Muslim dapat memahami bahwa adanya banyak penafsiran Islam,” tutur Kato.

“Selain itu, meskipun banyak kaum Muslim di Indonesia masih banyak pula kaum Muslim yang belum benar-benar memahami tentang ajaran agama Islam itu sendiri. Karena itu, saya harapkan agar buku ini berguna sebagai sumber informasi.”

Sementara itu, Kato mengatakan bahwa ajaran Islam fundamentalis sangat mudah untuk mempengaruhi kaum muda terutama bagi mereka yang tengah mencari jati dirinya.

“Saya mengatakan bahwa Islam fundamentalis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kaum muda karena banyak kaum muda yang tengah mencari identitas diri mereka dan mencarai makna kehidupan.” tutur Kato.

“Sehingga dalam pencarian identitas dan makna kehidupan, mereka menemukan jawaban atas pertanyaan mereka melalui Islam karena Islam telah menjawab semua pertanyaan tentang kehidupan dan jawaban tersebut menawarkan suatu solusi,” papar dia. “Sehingga hal tersebut membuat Islam menjadi sangat menarik bagi mereka.”

Kato menambahkan bahwa elemen fundamentalis di Indonesia sudah ada sejak lama namun kaum fundamentalis tidak berani untuk keluar dan melakukan aktivitas mereka yang mereka lakukan saat ini karena kuatnya pemerintah Soeharto.

Govt Calls for Private Sector to Work With It to Help Special-Needs Children

The Jakarta Globe

Govt Calls for Private Sector to Work With It to Help Special-Needs Children

The government and private sector must work together to create a more nurturing environment for children with special needs, officials said on Friday.

Linda Amalia Sari Gumelar, the minister for women’s empowerment and child protection, said the onus for looking after special-needs children should not be on the government alone.

“It is also up to the private sector to pay special attention to these children,” she said at the opening of a congress of parents of special-needs children.

“I believe this congress is a good step toward setting up a support group bringing together parents, carers and medical practitioners. It will also push the government and the private sector to do more.”

Wanda Hamidah, a member of the Jakarta City Council’s oversight commission on social and children’s affairs, said there needed to be better enforcement of the rights of special-needs children.

“We need to keep fighting for them because many of them are still being deprived of their most basic rights, particularly in terms of access to health care and education,” she said at the congress.

She added that the council had last week passed a bylaw on the protection of the disabled.

“The bylaw will provide protection for the rights of special-needs children to a proper education, health care, employment and accessibility in public places,” Wanda said.

“It also stipulates punishments, including fines and jail time, for those violating these rights. Our hope is that with the passage of the bylaw, special-needs children will receive better treatment and service.”

The councilwoman said one area that needed particular attention was education, with very few schools equipped or staffed to teach special-needs children.

“That said, the government has a fundamental obligation to provide access to education for all,” she said.

She added that sufficient funding to meet the needs of special-needs children could easily be found, but only if the political will to do so was there.

“Jakarta’s annual budget is huge,” she said. “If we could just allocate Rp 50 billion [$5.7 million] to training teachers, we would have enough to teach all special-needs children,” Wanda said.

There are an estimated 500,000 special-needs children across Indonesia, according to the parents’ group.

Negara Tanpa Agama Sama Saja Malapetaka

Beritasatu.com


Malapetaka akan timbul bila negara tidak memiliki acuan nilai moral dan etika yang kokoh.

KH Masdar Farid Mas’udi, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengatakan, negara dan agama saling membutuhkan. Sebab, malapetaka akan timbul bila negara tidak memiliki acuan nilai moral dan etika yang kokoh.

“Negara merupakan institusi kekuasaan. Sedangkan agama merupakan sumber moralitas. Namun, hubungan antara keduanya harus didefinisikan sedemikian rupa,” kata Kyai Masdar di Jakarta, Sabtu (29/10).

Menurut dia, untuk mewujudkan keadilan dalam kehidupan bernegara, agama tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan kehidupan bernegara.

“Jangan sampai suatu negara mengikuti arus pikir legal formal keagamaan. Di mana suatu negara harus diatur secara rigid dan formil oleh hukum agama tertentu karena yang harus diinternalisasikan bukan hukum agama melainkan nilai moral dan etikanya,” jelasnya.

“Namun, jangan pula sampai hubungan antara keduanya saling menyangkal,” lanjutnya.

Dijelaskannya, ketika Islam berbicara mengenai negara terdapat dua hal penting yang harus dipegang. Yakni keadilan dan demokrasi.

“Pertama, negara harus menjadikan keadilan sebagai tujuan utama kehidupan bernegara,” tutur dia.

Sebab, lanjutnya, keadilan berkaitan dengan hak segenap rakyat yang harus dilindungi dan dipenuhi. Sehingga, apabila rakyat tidak dapat memenuhinya sendiri maka negara harus proaktif untuk memenuhi hak warga negaranya.

“Kedua, secara jelas, Islam juga menegaskan bahwa metode untuk mewujudkan aspirasi keadilan sebagai cita-cita negara. Negara perlu mengimplementasikan metode syuro bainahumatau demokrasi,” papar dia.

Demokrasi Indonesia Masih Dibajak Elit Politik

Beritasatu.com


“Omong kosong kalau demokrasi tidak dapat mempercepat terwujudnya keadilan.”

KH Masdar Farid Mas’udi, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengatakan, sesungguhnya dengan adanya sila ke-4 dan ke-5 dalam Pancasila, demokrasi Indonesia sudah sangat Islami. Namun sangat disayangkan, menurutnya saat ini syuro bainahum atau demokrasi itu telah dibajak oleh para elit politik, sehingga kehilangan jati dirinya sebagai metode untuk mewujudkan keadilan.

“Saat ini, demokrasi sedang diagung-agungkan. Namun proses demokrasi ini justru membuat rakyat kecewa,” kata Kyai Masdar, kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (29/10).

Lebih jauh, Masdar melihat bahwa demokrasi yang seharusnya yang menjadi metode untuk mewujudkan keadilan, justru hanya dijadikan sebagai tujuan, sedangkan faktor keadilan justru diabaikan. “Misalnya, demokrasi dituangkan dalam prosedur memilih pemimpin, mengoreksi pemimpin dan sebagainya,” sesalnya.

Melihat fenomena tersebut, Masdar mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia perlu diuji, apakah (memang) demokrasi mempercepat terwujudnya keadilan. “Omong kosong kalau demokrasi tidak dapat mempercepat terwujudnya keadilan. Demokrasi akan dikutuk oleh dirinya, jika tidak mewujudkan keadilan atau bahkan mengabaikan keadilan. Demokrasi telah kehilangan jati dirinya sebagai metode untuk mewujudkan keadilan,” paparnya.

“Oleh sebab itu, demokrasi harus diuji, apakah dia mempercepat keadilan atau tidak. Kalau tidak, berarti telah terjadi pembajakan atau distorsi terhadap demokrasi,” imbuh Kyai Masdar pula.

Film Forecast: Showing as Scheduled

The Jakarta Globe


Indonesian fans of Hollywood films need not worry, theater operators say. New Hollywood blockbusters will be screened here as scheduled.

Concerns have been aired that since the resumption of the supply of Hollywood movies in July, the flow of feature films to the country’s theaters has been little more than a trickle.

Catherine Keng, corporate secretary of Cineplex 21, one of the nation’s largest cinema operators, said Hollywood film distribution was proceeding “smoothly.”

“Some were postponed because we want to first screen several films that could not be screened a while ago,” Catherine said via text message.

She went on to say that most upcoming Hollywood blockbusters would be screened in Indonesia on time.

“ ‘The Adventures of Tintin’ and ‘Breaking Dawn: Part 1’ [of The Twilight Saga] will be screened as scheduled, but ‘Paranormal Activity 3’ will be postponed because the slots for films at the cinema are currently already full,” Catherine said.

Top film studios in the United States launched a boycott of the Indonesian market in February because of a dispute over royalties, but they resumed their exports in July.

Djonny Sjafruddin, who heads the Indonesian Cinema Companies Union (GPBSI), said films from the Motion Picture Association of America were being given screening priority.

“We are prioritizing films from the MPAA so that we are not left behind other countries. American indie films, we will delay,” Djonny said.

The MPAA represents many of the biggest Hollywood studios, including Warner Bros. and Disney.

He said that since the boycott was lifted, movie theaters were beginning to see their incomes return to normal levels.

He also said that although the members of his association remained committed to having Indonesian films account for 60 percent of those screened, the market did not appear to support those efforts.

“There may only be about 5 percent of all national film productions that are capable of drawing the market’s interest,” Djonny said.

He said Indonesian film producers and directors should seek input from public figures as well as from movie theater operators to see what kind of films the country’s movie-goers actually demand.

“Better quality Indonesian films would benefit all sides as national films would be popular among the public,” he said.

Komnas HAM Bentuk Tim Khusus Investigasi Papua

Beritasatu.com


Tim tersebut nantinya akan melakukan investigasi, penyelidikan dan evaluasi yang dapat dilakukan dengan memanggil pihak-pihak yang terkait.”

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia soal pemulihan keamanan di Papua. “Pemulihan keamanan merupakan hal yang paling utama untuk ditegakkan, sehingga dapat mencegah kejadian yang lebih berat,” kata Wakil Ketua Komnas HAM Nur Kholis di Jakarta, Senin (24/10).

Untuk itu, ungkapnya, Komnas HAM segera berkoordinasi dengan Polri maupun Polda Papua. Tak hanya itu, Komnas HAM juga akan membentuk tim khusus untuk Papua yang akan bekerja selama tiga bulan.

“Tim Khusus untuk Papua akan memiliki kewenangan yang lebih luas, sehingga dapat mempercepat kinerja kami dalam mengungkapkan fakta. Apalagi, mereka bisa masuk ke dalam,” tutur dia.

“Tim tersebut nantinya akan melakukan investigasi, penyelidikan dan evaluasi yang dapat dilakukan dengan memanggil pihak-pihak yang terkait.” lanjutnya.

Menurut dia, hasil investigas di Papua juga akan disampaikan kepada masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab publik.

Situasi di Papua semakin tak menentu. Bahkan, hari ini, sejumlah warga Papua yang tinggal di wilayah PT. Freeport Indonesia mendatangi kantor Komnas HAM untuk mengadukan keresahan mereka atas rasa tidak aman pascabentrok antara aparat keamanan dan karyawan PTFI, beberapa waktu lalu.

“Saya sudah bekerja di PT. Freeport Indonesia di tambang bawah tanah dan dulu selalu merasa aman. Namun sejak 2009, saya merasa terancam dan tidak merdeka untuk tinggal di negara saya,” kata Sammy Rumbiak, salah satu wakil warga Papua yang mendatangi kantor Komnas HAM di Jakarta.

“Sampai kapan kami harus merasa tidak aman di tempat kami sendiri padahal saya warga negara Indonesia? Apalagi saya selalu dikawal ke mana-mana oleh orang bersenjata,” imbuh Sammy.

Sammy menuturkan, sejak terjadinya peristiwa penembakan pada 2009, tidak ada satu kasus pun yang diungkap. Itu menyebabkan adanya kecemasan di tengah masyarakat.

“Kami ingin agar presiden SBY turun tangan langsung dan melihat apa yang terjadi sebab kami telah hidup di tengah terror dalam tiga tahun terakhir ini,” kata Debby.